
Namun pada umumnya orang Jepang tidak menganut suatu agama secara jelas. Tetapi kalau Kita perhatikan dengan jelas, tindakan dan cara berpikir orang Jepang, mungkin Kita akan merasa aneh dan bertanya-tanya. Misalnya ; pada hari pertama Tahun Baru (Oshogatsu), pergi bersembahyang ke kuil Shinto (Jinja) atau ke wihara Budha (Tera), lalu apabila mempunyai suatu permohonan, mereka melemparkan uang ke kotak khusus, dan berdoa di kuil tersebut. Pada waktu ‘Obon’ (saat roh kembali ke keluarganya) menyalakan dupa di altar sembahyang, pada waktu ‘Higan’ musim semi dan musim gugur (periode siang dan malam hari sama panjangnya) berziarah ke makam leluhur. Pada hari Natal yang merupakan hari raya agama Kristen, orang Jepang juga merayakannya dengan menikmati kue Natal dan saling memberi hadiah. Orang yang melakukan upacara perkawinannya di Gereja, juga bisa saja merayakan perayaan ‘Shichigosan’ (mendoakan anak-anak berusia 7 tahun, 5 tahun, 3 tahun, agar pertumbuhannya lancar) di kuil, dan melakukan upacara pelayatan kerabat yang meninggal dunia di wihara.
Begitulah, bagi kebanyakan orang Jepang, mereka tidak menetapkan suatu tindakan atau kepercayaan yang dalam pada suatu agama tertentu dalam kehidupan sehari-harinya, tetapi ada kalanya mereka ikut terlibat dalam suatu perayaan dari bermacam-macam agama. Perayaan-perayaan tersebut menjadi perayaan sehari-hari yang tipis nilai keagamaannya dan menyatu dalam kehidupan orang Jepang.
Bagi Kita yang mempunyai kepercayaan dalam terhadap suatu agama, mungkin akan melihat bangsa Jepang yang tidak mempunyai pemahaman dan wawasan tentang agama ini sebagai suatu bangsa yang aneh, dan mungkin juga akan merasa tidak tenang dalam kehidupan di Jepang. Tetapi jangan khawatir, karena di Jepang, kebebasan beragama dijamin oleh Undang-Undang Dasar, jadi agama Kita tidak akan dipermasalahkan. Hanya saja, karena agama merupakan masalah pribadi, maka tidak akan ada fasilitas atau tindakan khusus untuk kegiatan agama ketika jam kerja sedang berlangsung. Seandainya ingin mengambil waktu secara pribadi untuk bersembahyang ketika sedang jam kerja.
Dianjurkan untuk mencari cara terbaik dengan sepengetahuan & pengertian orang-orang di keliling. Terangkanlah bahwa Kita melakukannya karena ajaran agama dan tidak akan merintangi pelaksanaan kerja, misalnya dengan cara menyingkatkan jam istirahat, atau melakukan kerja di waktu lainnya sebanyak waktu yang dipergunakan untuk sembahyang tadi.